Deputi Hukum dan Advokasi TPN Ganjar Mahfud, Prof. Todung Mulya Lubis |
KALBAR.SATUSUARA.CO.ID (KUBU RAYA) - Deputi Hukum dan Advokasi Tim Pemenangan
Nasional (TPN) Ganjar Mahfud Prof. Todung Mulya Lubis merespons pernyataan
Presiden Jokowi yang menyebut presiden boleh memihak dan berkampanye saat
Pemilu. Dia menilai, pernyataan tersebut merupakan bentuk pelanggaran etika dan
tidak patut untuk dicontoh oleh presiden-presiden berikutnya.
"Ada soal etika yang menurut
saya dilanggar, ada soal conflict of interest. Ini akan menjadi preseden yang
sangat buruk buat Indonesia. Semoga siapapun yang terpilih tidak menjadikan ini
sebagai teladan untuk diikuti," katanya saat berkunjung ke Kantor Tim
Pemenangan Daerah (TPD) Ganjar Mahfud Kalimantan Barat di Jalan Arteri Supadio
Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Sabtu (27/1/2024).
Todung secara tegas merasa kecewa
saat mengetahui pernyataan Jokowi tersebut. Menurutnya, pernyataan itu semakin
membuka lebar adanya konflik kepentingan untuk memenangkan putra sulungnya,
Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai pendamping Prabowo Subianto pada
Pilpres 2024.
"Pemerintah harus netral,
presiden harusnya berada di atas semuanya. Saya kecewa ketika membaca
pernyataan Jokowi di Lanud Halim yang mengatakan dia bisa kampanye dan bisa
memihak. Ketika dia (Jokowi) running tampil untuk masa jabatan kedua lalu dia
kampanye, saya setuju. Itu tidak bisa tidak dia harus kampanye. Tapi ketika
sudah selesai dua kali masa jabatan dan dia mengatakan boleh kampanye dan
memihak, di sini ada sesuatu yang sulit saya pahami dan terima. Apalagi ketika
dia kampanye dan memihak, di situ ada anak sulungnya yang running sebagai
cawapres," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi
menyatakan seorang presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan
presiden (pilpres) selama mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan
fasilitas negara. Jokowi mengatakan presiden tak hanya pejabat publik, tapi
juga berstatus pejabat politik. (tim
liputan).
Editor
: Ahmad
Social Footer