Pentingnya PIN Polio Untuk Mencegah KLB Di Indonesia |
KALBAR.SATUSUARA.CO.ID (JAKARTA) - Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI masih menerima laporan terkait Kejadian Luar Biasa
(KLB) akibat virus Polio di sejumlah wilayah di Indonesia. Sebanyak 32 Provinsi
dan 399 Kabupaten dan Kota di Indonesia masuk dalam kategori risiko tinggi
polio.
Sejak 2022 hingga 2024, telah
dilaporkan sebanyak total 12 kasus kelumpuhan, dengan 11 kasus yang disebabkan
oleh virus polio tipe 2 dan satu kasus diakibatkan oleh virus polio tipe 1.
Kasus-kasus ini tersebar di 8 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan
Banten.
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Dr. Yudi Pramono menyampaikan, dengan
adanya laporan kasus polio serta risiko penularan virus polio yang tinggi,
Kemenkes kembali menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahap kedua.
PIN Polio ini akan dilaksanakan pada minggu ketiga Juli 2024.
“Pelaksanaan PIN Polio akan
dilakukan secara massal dan serentak untuk mencapai kekebalan kelompok yang
optimal dan dapat mencegah perluasan transmisi virus polio,” kata Dr. Yudi yang
disampaikan pada temu media yang dilaksanakan secara daring pada Jumat (19/7)
lalu.
Dr. Yudi menjelaskan, pelaksanaan
PIN Polio dilakukan dalam dua tahap. “PIN tahap pertama sudah dilaksanakan pada
27 Mei 2024, sementara PIN tahap kedua akan dilaksanakan pada 23 Juli 2024,”
kata Dr. Yudi.
PIN Polio tahap pertama
dilaksanakan di lima provinsi, yaitu Papua Tengah, Papua Selatan, Papua
Pegunungan, Papua Barat dan Papua Barat Daya. Sedangkan, PIN Polio tahap kedua
akan dilaksanakan di 27 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI
Yogyakarta, kecuali di Kabupaten Sleman, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan
Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Pemberian imunisasi pada PIN
Polio sangat penting untuk mencegah virus polio yang dapat mengakibatkan
kelumpuhan permanen, terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi
polio lengkap. Sasaran PIN Polio adalah anak usia 0 hingga 7 tahun tanpa memandang
status imunisasi sebelumnya. Vaksin yang akan diberikan adalah vaksin imunisasi
tetes dan suntik.
Direktur Pengelola Imunisasi
Kemenkes dr. Prima menjelaskan, polio dapat dicegah dengan imunisasi polio
lengkap. Imunisasi polio lengkap yang telah dimasukkan ke dalam program
nasional terdiri dari dua jenis vaksin, yaitu vaksin polio yang diberikan secara
tetes dan vaksin polio dengan suntikan.
“Vaksin polio tetes yang
diberikan melalui mulut sebanyak tiga kali pemberian, yaitu umur 1 bulan, 2
bulan dan 3 bulan, yang dikenal dengan OPV 1, OPV 2 dan OPV 3. Sedangkan pada
umur 4 bulan, pemberian vaksin digabung, yaitu tetes dan suntikan yang disebut
dengan IPV. Tidak hanya sampai di situ, pada umur 9 bulan akan kembali
diberikan vaksin IPV 2,” kata dr. Prima yang juga sebagai narasumber pada temu
media tersebut.
Pemberian imunisasi lengkap atau
kombinasi imunisasi polio tetes (OPV) dan imunisasi polio suntik (IPV)
diperlukan untuk membentuk kekebalan yang optimal terhadap semua virus polio.
Cakupan imunisasi polio, baik
tetes maupun suntik, harus mencapai 95% dan merata di suatu wilayah untuk
membentuk kekebalan kelompok. Hal ini untuk mencegah virus polio menyebar luas
dan memicu munculnya kasus polio berisiko.
“Apabila cakupan imunisasi polio
di suatu wilayah rendah selama beberapa tahun maka kekebalan kelompok di
wilayah tersebut tidak terbentuk serta banyak anak yang tidak kebal terhadap
virus polio sehingga berisiko munculnya kembali kasus polio,” lanjut dr. Prima.
Kemenkes telah melakukan upaya
pemetaan polio di Indonesia. Kemenkes juga telah mendapatkan rekomendasi dari
Komite Imunisasi Nasional (KIN), Komite Ahli Surveilans PD3I, WHO dan Unicef
untuk melaksanakan pemberian imunisasi tambahan, salah satunya melalui PIN
polio untuk menanggulangi KLB serta menggunakan vaksin polio tetes novel Oral
Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) yang khusus digunakan untuk merespons KLB polio
tipe 2.
Perwakilan Komite Nasional
PP-KIPI dr. Ellen Roostaty Sianipar menyampaikan, mengenai keamanan vaksin
nOPV2 yang digunakan, para ahli telah melakukan pengkajian terkait Kejadian
Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI), baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi.
Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan vaksin nOPV2 aman dan dapat
ditoleransi oleh golongan usia bayi dan anak.
“Data keamanan nOPV2 telah dikaji
oleh Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) yang didapatkan dari
253 juta dosis nOPV2 dan telah diberikan di 13 negara. Hasilnya menyimpulkan
tidak ada risiko berbahaya dari data yang ada,” kata dr. Ellen Roostaty yang
juga menjadi narasumber pada temu media tersebut.
dr. Ellen menjelaskan, KIPI nOPV2
di Indonesia menunjukkan setiap satu juta dosis imunisasi yang diberikan,
keluhan atau gejala yang dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan data uji
klinis. Pada data uji klinis 1 dan 2 nOPV2 produksi biofarma, tidak ditemukan
KIPI serius pada kelompok bayi dan anak.
“Data keamanan vaksin nOPV2 di
Indonesia serta berbagai penelitian menunjukkan imunisasi nOPV2 dapat membantu
menghentikan penyebaran virus polio, serta keamanan vaksin merupakan hal
penting dalam menjamin kelangsungan program imunisasi dan juga pemberian
imunisasi yang benar dapat mengurangi KIPI akibat kekeliruan prosedur,” kata
dr. Ellen.
Kemenkes berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan PIN Polio yang akan dilaksanakan untuk memperkuat imunitas serta kekebalan, terutama untuk polio tipe 2 yang saat ini sangat rendah. Hal ini juga sebagai upaya untuk memutus transmisi virus polio yang telah ada saat ini. (tim liputan).
Social Footer